Rabu, 10 Juni 2009

ALAT PILIHAN TUHAN !

( 2 Tim 2:1-7 , 14-15)
Saulus lahir kurang lebih empat tahun setelah Yesus. Yesus lahir di Betlehem dan dibesarkan di Nazaret, sementara Paulus lahir di Tarsus dan besar di Yerusalem. Yesus belajar Taurat dari orang tuanya dan pengajar-pengajar di Sinagog. Paulus belajar dari Gamaliel seorang guru besar di sekolah unggulan, yaitu sekolah Hilel. Yesus belajar ilmu pertukangan, dan Paulus belajar ilmu pertendaan.
Sesaat sebelum Saulus memulai pelayanannya, ia kembali ke Tarsus. Dari sudut pandang manusia, Saulus kurang beruntung karena kehilangan kesempatan menjadi saksi mata peristiwa-peristiwa besar dalam sejarah keselamatan, yaitu pelayanan, kematian, kebangkitan dan kenaikan Kristus ke Surga. Saulus juga kehilangan kesempatan untuk menyaksikan pencurahan Roh Kudus dan kebangunan rohani pertama yang melahirkan gereja mula-mula. Saulus baru kembali ke Yerusalem ketika gereja sedang bertumbuh dengan sangat pesat. Para pemimpin agama Yahudi yang berada di sekelilingnya serentak meracuninya dengan kebencian terhadap orang-orang percaya. sehingga Saulus yang menonjol di antara teman-teman sebayanya, langsung memimpin penganiayaan terhadap gereja Tuhan. Stefanus, martir Kristen yang pertama, dirajam orang banyak yang dipimpin oleh Saulus. Tidak berhenti sampai sampai di situ, Saulus terus menngejar orang-orang percaya yang lain. Sampai kemudian ketika Saulus dalam perjalanan ke Damsyik dengan membawa surat kuasa dari Imam Besar untuk “mengancam dan membunuh murid-murid Tuhan” (KPR 9:1), Tuhan Yesus menampakkan diri kepadanya untuk menyelamatkan dan memanggilnya untuk menjadi alat pilihan-Nya (KPR 9:1-19a). Kepada Timotius, Paulus menyaksikan,
- “Aku yang tadinya seorang penghujat dan seorang penganiaya yang ganas, tetapi aku telah dikasihani-Nya . . .
- Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya: “Kristus Yesus datang ke dunia utk menyelamatkan orang berdosa,” dan di antara mereka akulah yg paling berdosa.
- Tetapi justru karena itulah aku dikasihani, agar dalam diriku, sebagai orang yang paling berdosa, Yesus Kristus menunjukkan seluruh kesabaran-Nya. Dengan demikian aku menjadi contoh bagi mereka yang kemudian percaya kepada-Nya dan mendapat hidup yang kekal (1 Tim 1:12-17).
Sesungguhnya, Paulus memang contoh yang baik bagi kita semua yang rindu untuk menjadi alat pilihan Tuhan.


Seorang yang mau menjadi alat pilihan
harus mempunyai kesadaran kudus yang berganda:
  1. Sadar betapa najisnya dosa dan betapa kudusnya Allah 
  2. Sadar betapa sedihnya Allah melihat orang berdosa dan betapa baiknya Allah terhadap orang percaya!
Kesadaran yang pertama mendorong seseorang untuk bertobat dengan sungguh-sungguh. Kesadaran kedua mendorong seseorang untuk melayani dengan sungguh-sungguh.
Di Efesus, pada zaman itu, banyak sekali orang yang suka bersilat kata dengan berbagai omongan yang kosong dan tak berguna bahkan hanya menambah kefasikan dan kekacauan. Untuk itulah, Paulus memberi nasihat kepada Timotius: Usahakanlah supaya engkau layak di hadapan Allah sebagai SEORANG PEKERJA YANG TIDAK PERNAH MALU UNTUK MEMBERITAKAN INJIL! (2 Tim 2:14-16). Ttidak sekedar memberi nasihat kepada Timotius, tetapi Paulus telah memberikan teladan melalui hidupnya sendiri sebagai seorang yang hidup untuk memberitakan Injil. Lihat saja berapa banyak kota, pulau dan propinsi yang dia telah taburi dengan Injil:
  • Dalam pelayanan perdana: (pada saat dia berusia 36-42 tahun) di Tarsus
  • Dalam pelayanan bersama Barnabas: (pada saat dia berusia 43-45 tahun) di Antiokhia
  • Dalam perjalanan misi pertama: (pada saat dia berusia 46-48 tahun)
    • Antiokhia Syria, Siprus, Perga, Antiokhia Pisidia, Ikonium, Listra, Derbe, Troas
  • Dalam perjalanan misi kedua: (pada saat dia berusia 49-52 tahun)
    • Antiokhia Syria, Derbe, Listra, ikonium, Antiokhia Pisidia, Troas ; dilanjutkan ke
    • Filipi, Tesalonika, Berea,Athena, Korintus, Kengkrea, Efesus, Kaisarea
  • Dalam perjalanan misi ketiga (pada saat dia berusia 53 – 57 tahun)
    • Antiokhia Syria, Galatia dan Frigia Efesus, Makedonia, Akhaya, Troas, Miletus,
    • Tirus, Ptolemais, Kaisarea.
Zaman sekarang ini, banyak orang Kristen yang semangat sekali berbicara tentang business, hoby, atau politik atau bahkan rumor, tetapi mereka merasa enggan bahkan malu untuk berbicara tentang Injil. Mereka merasa cukup dan puas dengan mendengar atau berbicara tentang Injil pada hari Minggu selama kebaktian. Ada pengerja-pengerja Tuihan yang baru melayani setahun dua tahun sudah merasa seolah-olah gereja bahkan Tuhan berhutang kepada dirinya. Akan tetapi, Paulus, ketika berada di Korintus, menjelang berakhirnya perjalanan misi ketiga, setelah melayani hampir 25 tahun, masih bersaksi kepada jemaat di Roma, “Aku berhutang baik kepada orang Yunani, maupun kepada orang bukan Yunani, baik kepada orang terpelajar, maupun kepada orang tidak terpelajar. Itulah sebabnya aku ingin untuk memberitakan Injil kepada kamu juga yang diam di Roma” (Roma 1:14). Paulus tidak pernah merasa enggan atau malu untuk memberitakan Injil, sebaliknya, Paulus justru merasa malu jika tidak memberitakan Injil karena baginya sama seperti orang yang tidak membayar hutang.
 
Paulus bukan sekedar memberi nasihat, tetapi juga telah memberi teladan bagaimana melayani bagaikan OLAHRAGAWAN YANG PATUH PADA PERATURAN! John Stott mengungkapkan, “Hidup Kirtiani sering disamakan dalam Perjanjian Baru dengan perlombaan, bukan dalam arti bahwa kita harus saling bersaing . . . , melainkan dalam arti yang lain: dalam ketekunan berlatih untuk mendiiplin diri (1 Kor 9:24-27), menyisihkan segala hal yangbisa menjadiperintang (Ibr 12:1,2) dan di sini : dalam hal mematuhi peraturan.”. Mengapa Paulus menekankan kepada Timotius pentingnya mematuhi peraturan bahkan sampai di saat-saat terakhir kehidupannya? Karena salah satu tugas Timotius yang utama di Efesus adalah untuk menghadapi pelayan-pelayan yang palsu, yaitu: mereka yang senang mengajar tetapi ajarannya tidak benar dan mereka yang giat melayani tapi hidupnya tidak benar. Mereka bagaikan olahragawan yang kuat dan trampil tapi selalu didiskulifikasi karena tidak mengikuti peraturan. Dengan kata lain, Paulus sedang mengajarkan kepada Timotius dan setiap hamba Tuhan untuk menjunjung tinggi satu peraturan: Peliharalah ajaran yang benar yang diteguhkan dengan hidup yang benar! Itulah sebabnya Paulus memberi naihat kepada Timotius berulang kali:
  1. Bertekunlah dalam membaca kitab-kitab suci (1 Tim 4:13)
  2. Awasilah dirimu sendiri dan aweasilah ajaranmu (ay 16)
  3. Jadilah pelayan Kristus Yesus yang baik, terdidik dalam soal-soal pokok iman kita dan dalam ajaran sehat yang telah kau ikuti selama ini (ay. 6)
Akhirnya, Paulus memberi nasihat atau lebih tepat amanat terakhir:
“Di hadapan Allah dan Kristus Yesus yang akan menghakimi orang yang hidup dan yang mati, aku berpesan dengan sungguh-sungguh kepadamu demi penyataan-Nya dan demi Kerajaan-Nya: Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dengan segala kesabaran dan pengajaran. Karena akan dating waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akanmengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskankeinginan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng. Tetapi kuasailah dirimu dalam segala hal, sabarlah menderita, lakukanlah pekerjaan pemberita Injil dan tunaikanlah tugas pelayananmu! (2 Tim 4:1-5).
 
Selanjutnya, Paulus pun tidak sekedar memberi nasihat, tapi memberi teladan bagaimana melayani bagaikan PETANI YANG BEKERJA KERAS. Kenyataan tersebut dibuktikan bukan hanya dari fakta: betapa banyak gereja yang berhasil didirikannya, tapi juga betapa banyak surat yang ditulisnya. Padahal, Perjanjian Baru jelas-jelas menggambarkan Paulus adalah hamba Tuhan yang sangat sibuk, jika bukan yang paling sibuk. Akan tetapi, Paulus jugalah yang menuliskan 13 atau 14 surat dari 27 kitab Perjanjian Baru. Ketika dia mengatakan bahwa petani yang bekerja keras haruslah yang pertama menikmati hasil usahanya, dia tidak sedang berbicara tentang kenikmatan hidup di bumi ini. Dia sedang menunjuk kepada kenikmatan kekal yang Kristus sediakan pada hari-Nya (Lih. 2 Tim 4:8). Jemaat dan pelayan Tuhan pada zaman ini harus waspada terhadap kecenderungan untuk mencari pelayanan yang mudah dan enteng saja, agar tidak mengganggu kesukaannya untuk menikmati rumah yang mewah, makanan yang lezat, liburan yang santai, rekreasi yang menyegarkan. Semua itu tidak salah, tapi jika itu menjadi yang terutama, maka kita hanya akan menjadi alat Tuhan yang gampangan dan obralan. Seorang yang mau menjadi alat pilihan Tuhan pastilah suka bekerja keras! Paulus bekerja keras seumur hidupnya. Di usianya yang ke 65, setelah melayani 35 tahun, dia berada di penjara yang kumuh, tanpa sanjungan tapi justru ditinggalkan oleh rekan-rekan sepelayanannya sendiri, dengan hanya memiliki sebuah jubah tua dan buku-buku (Lih 2 tim 4:9-13). Akan tetapi, Paulus sama sekali tidak meratapi nasibnya, dia berglory karena yakin bahwa dia akan menikmati hasil kerja kerasnya di dalam kekekalan!
 
Akhirnya, Paulus juga bukan sekedar menasihatkan, tapi juga memberi teladan bagaimana melayani bagaikan SEORANG PRAJURIT YANG BAIK. John Wesley Brill menyatakan dengan tegas, “Prajurit tidak berperang dengan senantiasa memikirkan soal kelezatan dan kesenangan atau persoalan pribadinya, melainkan ia harus rela mengalami kesusahan dan penderitaan yang besar.” Yang terpenting, dia dapat memenangkan pertempuran dan menyenangkan hati komandannya. Berbeda sekali dengan kecenderungan zaman ini yang suka mendaftarkan gelar, sertifikat, dan lencana penghargaan, Paulus hanya dapat mendaftarkan berbagai penderitaannya sebagai prajurit Kristus.